Paketdigital.com – JAKARTA – Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa sebagai Ketua G20 ingin fokus merombak institusi-institusi global yang dimaksud dianggap condong ke Barat. Namun, langkah yang dimaksud sekarang ini bertentangan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang digunakan mengancam merusak momen bersejarah Afrika Selatan sebagai tuan rumah pertama G20 dalam Wilayah Afrika.
Ketegangan ini berawal dari perdebatan rakyat antara Trump dan juga Ramaphosa terkait kebijakan domestik Afrika Selatan mengenai undang-undang pengambilalihan tanah, kebijakan kesetaraan, juga Perang negeri Israel di area Gaza. Akibatnya, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, memutuskan untuk tiada hadir di rapat para menteri luar negeri G20 di dalam Johannesburg.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, juga mengumumkan bahwa ia akan melewatkan pertemuan menteri keuangan G20 minggu depan untuk lebih lanjut fokus pada urusan domestik. Keputusan ini mengakibatkan pertanyaan mengenai apakah ketidakhadiran ini bersifat sementara, atau apakah ini adalah langkah awal dari pencabutan Negeri Paman Sam dari G20, di tempat berada dalam upaya Trump membentuk tatanan dunia baru yang tersebut lebih besar menguntungkan Amerika.
Menurut beberapa sumber yang enggan disebutkan namanya, Afrika Selatan kemungkinan akan memperkecil peran Negeri Paman Sam pada kepresidenannya dalam G20. Bahkan, ada kemungkinan Trump akan memilih untuk tiada hadir di pertemuan puncak para pemimpin G20 pada bulan November, yang tersebut bisa jadi menjadi cara untuk mempermalukan Ramaphosa.
Meskipun ada perpecahan, Afrika Selatan bertekad untuk terus mencari konsensus di area antara negara-negara G20 sebelum November. Negara yang disebutkan berupaya memperkuat jadwal reformasi multilateral yang mana lebih besar inklusif, termasuk di dalam dalamnya perombakan lembaga-lembaga seperti G20 serta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Afrika Selatan berharap negara-negara di area Global South dapat mempunyai peran yang lebih lanjut besar di urusan dunia, serta tidak ada semata-mata menjadi catatan kaki pada sistem internasional yang telah ada.
“Sangat penting bahwa lembaga-lembaga pasca Perang Planet II ini berevolusi untuk mewakili tatanan global baru dalam mana pendapat Global South tidaklah hanya saja menjadi catatan kaki, tetapi juga menjadi pusat dari urusan dunia,” ungkap juru bicara urusan luar negeri Afrika Selatan, Chrispin Phiri, di sebuah pernyataan terhadap Bloomberg, disitir Kamis (20/2/2025).
Ketegangan antara Amerika Serikat lalu Afrika Selatan semakin memuncak pada bulan lalu, pada waktu Ramaphosa mengumumkan telah terjadi melakukan penandatanganan undang-undang pengambilalihan tanah. Kebijakan ini memicu membantah dari Trump juga penasihatnya, Elon Musk, yang tersebut menuduh Afrika Selatan telah lama merampas tanah dari petani dermis putih.
Sebagai reaksi, Trump membatalkan bantuan terhadap negara yang disebutkan dan juga menawarkan status pengungsi untuk minoritas Afrika yang relatif mempunyai hak istimewa pada sana.