Paketdigital.com – JAKARTA – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang tersebut juga ahli lingkungan Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung pada Rabu, 8 Januari 2024. Bambang dilaporkan berhadapan dengan dugaan kejanggalan hasil perhitungan kerugian negara dari sektor lingkungan yang tersebut jadi dasar penanganan korupsi timah , yakni sebesar Rp271 triliun.
Pakar Hukum Pidana Boris Tampubolon mengatakan, orang ahli yang dimaksud memberikan keterangan pada pengadilan tiada bisa saja dilaporkan melawan dasar memberi keterangan palsu yang digunakan terdapat pada Pasal 242 KUHP. Menurut Boris, unsur Pasal 242 KUHP juga tidak ada masuk di tindakan hukum Prof Bambang Hero ini.
“Sebab pribadi ahli di area di persidangan itu belaka memberikan pendapat berdasarkan keahliannya. Sebagaimana dijelaskan di Pasal 187 KUHAP intinya keterangan orang ahli itu merupakan pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan,” katanya, Hari Senin (13/1/2025).
Boris menambahkan, pendapat itu sendiri mampu berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang tersebut lain. Nantinya hakim yang akan menilai berdasarkan fakta persidangan apakah pendapat dari ahli itu bisa jadi digunakan sebagai dasar atau tidak ada pada pertimbangan putusannya.
“Pada akhirnya, hakim lah yang mana menilai juga menentukan, apakah pendapat ahli itu sanggup diterima atau justru ditolak. Jadi sangat tiada tepat bila keterangan Prof. Bambang Hero sebagai ahli yang dimaksud mengutarakan pendapatnya di tindakan hukum timah itu dituduh sebagai memberi keterangan palsu,” kata Pendiri Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) ini.
Meski demikian, kata Boris, tak mampu dipungkiri pendapat Prof. Bambang Hero yang dimaksud menyatakan kerugian Rp271 triliun dalam tindakan hukum timah berbagai menjadi perbincangan. Sehingga wajar bila memunculkan banyak reaksi dari rakyat termasuk adanya sekelompok warga yang digunakan sampai melaporkan ia ke polisi menghadapi memberi keterangan palsu.
“Saya pribadi menghormati pendapat beliau yang mana menyatakan kerugian di perkara timah ini mencapai Rp271 triliun akibat kecacatan lingkungan. Yang menjadi persoalan mengganjal di perkara ini sebenarnya adalah apakah kerugian akibat kerusakan lingkungan itu serupa dengan kerugian korupsi? Atau apakah bisa jadi kerugian kehancuran lingkungan itu dimasukan menjadi kerugian korupsi pada UU Tipikor,” ujarnya.
Boris menilai, kerugian akibat kecacatan lingkungan itu punya mekanisme sendiri juga secara aturan kerugian lingkungan itu sifatnya masih dapat mengalami inovasi dikarenakan dipengaruhi faktor teknis kemudian non teknis dalam bidang lingkungan seperti pada Pasal 6 Permen LH No. 7/2014, artinya sifat kerugiannya potensial atau belum pasti. Sementara kerugian keuangan negara di korupsi itu harus pasti atau actual lost.
“Menurut saya lantaran kejanggalan ini lah sehigga wajar menyebabkan sejumlah reaksi dari publik menghadapi pendapat dari Prof. Bambang Hero ini. Sehingga beliau akhirnya sampai dilaporkan berhadapan dengan dasar dugaan memberikan keterangan palsu,” ucapnya.