Paketdigital.com – JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XI DPR M Hanif Dhakiri menegaskan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Kuantitas (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 adalah amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). UU yang disebutkan telah lama disahkan pada 7 Oktober 2021 oleh pemerintahan juga DPR periode 2019-2024.
Tahapan pemberlakuan kenaikan PPN diatur secara bertahap. Tarif PPN naik dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022, serta dijadwalkan naik lagi menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Presiden Prabowo, yang tersebut sekarang ini harus menjalankan aturan tersebut, telah lama mengambil langkah bijaksana dengan membatasi kenaikan tarif 12% semata-mata berlaku untuk barang-barang mewah, sehingga tidak ada membebani keinginan pokok masyarakat.
“Presiden Prabowo menunjukkan perhatikan yang mana nyata terhadap rakyat dengan menjamin kebijakan ini tiada menekan daya beli masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah,” ujar Hanif, Mulai Pekan (23/12/2024).
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini juga memohon semua pihak, khususnya partai-partai di dalam DPR yang mana sebelumnya telah terjadi menyetujui UU HPP, untuk konsisten juga adil di memberikan informasi dan juga penjelasan untuk masyarakat.
“Jangan ada yang dimaksud memanfaatkan isu PPN 12% ini sebagai alat menyerang Presiden Prabowo. Faktanya, Presiden Prabowo berada di kedudukan harus melaksanakan undang-undang yang mana diwarisi dari pemerintahan sebelumnya,” tegasnya.
Selain itu, Hanif juga memberikan catatan untuk Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar berhati-hati pada merumuskan kategori barang-barang mewah yang dimaksud dikenakan PPN 12%.
“Definisi barang mewah harus dibuat dengan sangat cermat serta tepat agar tidaklah menyasar penduduk menengah ke bawah. Daya beli rakyat harus tetap saja menjadi prioritas utama pada penyelenggaraan kebijakan ini. Itu juga yang digunakan saya yakin jadi perhatian Presiden,” tambahnya.
Mantan Menteri Ketenagakerjaan 2014-2019 ini juga menggerakkan Kemenkeu untuk tambahan kreatif kemudian inovatif pada mencari sumber penerimaan negara lainnya tanpa membebani masyarakat, seperti memperluas basis pajak, meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak, maupun mengoptimalkan digitalisasi perpajakan.
“Yang terpenting ketika ini adalah kerja mirip semua pihak untuk menegaskan kebijakan ini berjalan dengan baik, adil, juga sesuai dengan tujuannya, yaitu membantu pengerjaan tanpa membebani publik kecil,” tutupnya.