Paketdigital.com – JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perkara Nomor 125/PUU-XXII/2024 yang pada pokoknya pemohon memohonkan agar blank vote/ kotak kosong tidaklah cuma diterapkan pada pilkada dengan pasangan calon (paslon) tunggal, tetapi juga diterapkan pada pemilihan yang tersebut disertai tambahan dari satu Paslon.
Ketua MK Suhartoyo menjelaskan, blank vote pada pemilihan calon tunggal di dalam Indonesia sebenarnya jalan pergi dari terakhir demi menyelamatkan hak memilih warga negara yang terancam bukan dapat dipenuhi. Meskipun bukanlah merupakan pilihan yang dimaksud ideal lantaran menghilangkan makna kompetisi lalu kontestasi pada pengertian yang tersebut sesungguhnya.
Maka, hal yang tersebut harus diutamakan adalah pemilihan dengan kompetisi yang dimaksud sehat dengan lebih tinggi dari satu pasangan calon, sehingga bukan perlu ada blank vote sebagaimana pada calon tunggal.
“Dengan pertimbangan demikian, menurut Mahkamah dengan tidak ada adanya pilihan ‘blank vote’ pada pemilihan kepala area dengan tambahan dari satu pasangan calon bukan mengempiskan hak memilih para Pemohon,” kata Suhartoyo di sidang pengucapan putusan pada pada Ruang Sidang Pleno MK, Ibukota Pusat, Kamis (14/11/2024).
“Para Pemohon adalah pemilih yang sudah terdaftar pada DPT, sehingga jelas miliki hak pilih yang dimaksud tidaklah dapat dihalangi. Tidak ada hak pilih yang dimaksud hilang atau terganggu dengan tidaklah adanya ‘blank vote’ pada pemilihan kepala tempat dengan lebih besar dari satu pasangan calon,” sambungnya.
Selain itu, menurut MK, memilih dan juga dipilih tidak merupakan kewajiban sehingga bagi pemilih yang tersebut menganggap tak ada pasangan calon yang mana sesuai kehendaknya, tidaklah dapat dipaksakan untuk tetap memperlihatkan memilih apalagi sampai dikenakan sanksi jikalau tidaklah memilih.
Dalam hal ini, tentu MK serupa sekali tidaklah bermaksud memacu publik untuk bukan memilih atau mengurangi haknya pada pemilihan kepala daerah, apalagi dengan alasan tak ada calon yang digunakan dikehendaki juga tiada ada blank vote yang dapat dipilih.
karena dengan memilih maka warga sudah pernah berpartisipasi terlibat pada proses kebijakan pemerintah yang tersebut merupakan tanggung jawab bersama.
Sementara itu, MK menilai posita juga petitum permohonan para Pemohon terkait Pasal 107 ayat (1), Pasal 109 ayat (1) UU 10/2016 tentang pemilihan gubernur dan juga Pasal 10 ayat (2) UU 2/2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Ibukota Indonesia menjadi tak jelas atau kabur (obscuur).
Ketidakjelasan demikian berakibat permohonan para Pemohon terhadap kedua norma a quo tidaklah memenuhi ketentuan formal permohonan yang dimaksud diatur di Pasal 10 ayat (2) huruf b hitungan 3 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021.