Paketdigital.com – JAKARTA – Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede mengatakan, ada tiga fenomena global yang mampu berdampak pada pertumbuhan kegiatan ekonomi Indonesia . Tiga sentimen eksternal yang disebutkan yakni konflik geopolitik, pelemahan kegiatan ekonomi China juga kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Pertama, ketegangan geopolitik antara Rusia serta negara Ukraina yang digunakan sudah ada terjadi sejak 2022. Selain itu, konflik Palestina dan juga negara Israel juga ketegangan geopolitik di area Timur Tengah juga masih terjadi.
Namun Trump diramal tiada akan datang melakukan intervensi atau cawe-cawe pada geopolitik pada Timur Tengah. “Kabar baik harapannya tensi geopolitik di dalam Timur Tengah, setelahnya nanti Trump, mudah-mudahan tiada makin memanas,” kata Josua pada Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di area Park Hyatt Jakarta, Awal Minggu (18/11/2024).
Kedua, perlambatan perekonomian China. Josua menekankan, perkembangan sektor ekonomi Negeri Tirai Bambu -julukan China- menunjukan tren perlambatan, di tempat mana pertumbuhannya pada bawah 5% pada dua kuartal terakhir, yakni masing-masing 4,7% juga 4,6% secara tahunan atau year on year pada kuartal II-2024 juga kuartal III-2024.
Josua menggarisbawahi, China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Sehingga peningkatan sektor ekonomi China yang melambat bisa jadi berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
“Seperti diketahui China sebagai salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, baik minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan juga batu bara. Tentunya ini akan berimbas dengan segera ke kinerja ekspor Indonesia kalau kondisi dunia usaha China terus mengalami perlambatan,” ungkap Josua.
Terakhir, kemenangan Trump sebagai Presiden AS. Trump diproyeksikan akan datang menerapkan kebijakan yang mana cenderung ke di atau inward looking policy. Sehingga, kebijakan peningkatan tarif impor pada item China kemungkinan akan diterapkan.
Akibatnya pemerintah China diproyeksikan akan datang memberikan retaliasi, salah satunya dengan devaluasi nilai tukar yuan.”Pada akhirnya akan berimbas pelemahan yuan, pelemahan mata uang rupiah dan juga mata uang lainnya, akibat korelasi yuan cukup tinggi terhadap mata uang rupiah dan juga Asia,” ujar Josua.