Paketdigital.com – Petinju Ratu KO Gabriela Fundora yang dimaksud punya jurus mematikan lawan-lawannya di area ring tinju wanita adalah adik dari Sebastian Fundora , juara dunia kelas welter super WBO. Siapa Gabriela Fundora? Petinju ratu KO ini masih berusia 22 tahun. Gabriela Fundora dikenal sebagai Sweet Poison meraih kemenangan seluruh 15 pertandingannya sebagai petinju profesional lalu mengakhiri tujuh di tempat antaranya sebelum bel akhir berbunyi.
Gabriela Fundoramemenangkan tiga dari empat pertarungan terakhirnya melalui KO dan, pada hari Sabtu, menambahkan sabuk kelas terbang WBC dan juga WBO ke di gelar kejuaraan IBF yang sudah dimilikinya. Bisa dikatakan, ia melakukannya dengan cara yang tersebut paling ia sukai serta menjadi favoritnya: KO.
Lawannya kali ini adalah Gabriela Alaniz, petinju Argentina yang mana sebelumnya belaka pernah kalah satu kali, yaitu ketika melawan Marlen Esparza. Melawan Esparza, pada kenyataannya, Alaniz kemudian mengungguli sabuk kelas terbang WBC lalu WBO ketika, melalui kebijakan terbelah, ia membalikkan satu-satunya kekalahan profesionalnya pada pertandingan ulang mereka.
Mengingat hal ini, ia mungkin saja memasuki pertarungan melawan Fundora dengan penuh percaya diri, cuma untuk segera menyadari bahwa pada diri Fundora, ia menghadapi binatang yang tersebut identik sekali berbeda. Jika pada waktu melawan Esparza, misalnya, Alaniz mampu tampil tenang lalu kompetitif pada dua ronde yang dimaksud berlangsung hampir 10 ronde, maka ketika melawan Fundora, ia tidak ada memiliki kemewahan seperti itu.
Sebaliknya, yang tersebut diterima Alaniz di tempat Las Vegas adalah pukulan-pukulan yang menyakitkan sejak awal, dengan penyelesaian, yang dilaksanakan oleh Fundora pada ronde ketujuh, identik brutalnya dengan apa pun yang akan Anda lihat pada tinju wanita tahun ini. Dimulai dengan jatuhnya Alaniz di dalam awal ronde akibat sebuah pukulan cross kiri, kemudian di area ronde yang digunakan mirip ia jatuh lagi, dampak dari pukulan cross kiri yang dimaksud kedua ini jarak jauh tambahan besar dibandingkan dengan pukulan pertama. Untuk kedua kalinya, terlihat jelas bahwa Alaniz terluka, sampai-sampai ia terjungkal ke belakang, berbalik, juga tidak ada tahu pada mana ia berada. Pertarungan dihentikan setelahnya itu.
Ini, bukannya serangan tiba-tiba, atau insiden yang mana terjadi sekali saja, belaka mewakili hal yang tersebut mirip untuk Fundora. Saat ini, faktanya, kita telah dilakukan terbiasa melihatnya menghentikan lawan dengan cara seperti itu, dan juga terlebih lagi, ia melakukannya pada tingkatan pada mana laga cenderung berlangsung pada jarak jauh.
Biasanya, pada laga perebutan gelar kejuaraan juara dunia wanita, apa yang dimaksud kita lihat adalah dua wanita yang mempunyai kemampuan yang dimaksud sangat seimbang, sehingga sulit untuk memisahkan mereka, lalu lebih tinggi sulit lagi bagi salah satu dari mereka untuk memproduksi lawannya terpukul untuk mendapatkan kemenangan mutlak. Hasilnya, keduanya bertarung selama 10 ronde dua menit kemudian 12 ronde tiga menit.
Hal ini dapat menciptakan pengalaman menonton menjadi mudah ditebak, meskipun jarang membosankan. Dapat diprediksi semata-mata di arti bahwa ada prospek yang mana lebih besar baik dari rata-rata bahwa satu ronde akan mengarah ke ronde berikutnya, yang mana berarti bahwa menonton menjadi lebih besar merupakan latihan di menghitung – pukulan yang digunakan didaratkan, ronde yang tersebut dimenangkan – daripada menahan nafas untuk mengantisipasi penyelesaian. Ketika aksinya bagus, tentu saja, pentingnya sebuah penyelesaian menjadi sedikit berkurang. Namun masih hanya benar bahwa bukan ada yang dimaksud lebih banyak baik daripada pertarungan yang tersebut berisiko berakhir di sekejap mata.
Dengan Fundora, Anda akan merasakan perasaan tak terduga setiap kali ia menginjakkan kakinya di dalam pada ring. Tidak seperti kebanyakan atlet lainnya, ia memiliki postur tubuh yang kuat, arsenal pukulan juga kemampuan yang digunakan diasosiasikan oleh para penggemar tinju sebagai pukulan keras dan juga KO. Ia lebih banyak tinggi dari kebanyakan lawan yang dihadapinya, namun, alih-alih mengandalkan keunggulan ukurannya ini untuk menjauh atau menjaga jarak, Fundora adalah petarung jangkung yang digunakan mengetahui bagaimana dan juga memang benar gemar bertarung pada jarak dekat; mirip dengan seseorang seperti Diego Corrales.