Paketdigital.com – JAKARTA – Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah menilai rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan memungut pajak judi online (judol) tidak ada pantas. Apabila pemerintah memungut pajak menghadapi judi online identik artinya dengan pemerintah melegalisasi perjudian online.
“Judol yang tersebut harusnya diberantas sampai akarnya tidak malah dipunguti pajak dikarenakan dengan dipungut pajak berarti menteri keuangan sedang berencana untuk melegalisasi judi online,” ujar beliau pada pernyataannya, dikutipkan Rabu (30/10/2024).
Menurutnya rencana yang disebutkan bertentangan dengan nilai-nilai sosial, keagamaan juga kepentingan masyarakat. Sebab itu, rencana yang dimaksud perlu dipertimbangkan.
“Mengapa judol itu harus di dalam berantas tidak di dalam legalisasi sebab lebih besar dahsyat memberikan mudharat ketimbang hasil pungutan pajak. otoritas dan juga kita semua tidaklah akan mampu merehabilitasi kehancuran yang besar yang digunakan ditimbulkan oleh judi online. Dampaknya luar biasa,” ujar dia.
Dia menandaskan, pada waktu ini judi online berkembang pesat kemudian negara tidak ada mampu mengontrol. Apalagi jikalau dipungut pajak pertumbuhannya akan sangat pesat.
“Bisa di area prediksi kehancuran moral juga nilai-nilai sosial akan lebih lanjut cepat terjadi dan juga negara tidaklah akan dapat untuk mengatasinya,” jelasnya.
Pihaknya memohon agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lebih besar kreatif untuk menggali sumber dana untuk menambah pemasukan negara, bukan hanya sekali mengandalkan pungutan pajak dari warga yang pada waktu ini sudah ada sangat berat, apalagi dari judi online. Pertama, pemerintah harus mampu menciptakan sumber-sumber pendapatan masyarakat, menguatkan perekonomian publik agar penerimaan negara dari sektor pajak dapat tercapai.
Kedua, penikmat prasarana keringanan pajak (tax allowance) yang dimaksud selama ini dinikmati oleh para pengusaha perusahaan besar segera pada akhiri serta mereka bisa saja dipersamakan dengan pembayar pajak seperti rakyat biasa. Sehingga perlakuan equal atau keadilan yang tersebut dilaksanakan oleh negara terhadap rakyatnya terjadi sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi.
“Jangan sampai terjadi satu anggapan yang dimaksud ketika ini tercipta pada masyarakat, yaitu bahwa pelaku bisnis besar membayar pajak lebih besar kecil ketimbang rakyat biasa. Sehingga rakyat yang jumlahnya besar merasa ada perlakuan yang tak adil, sehingga menurunkan kesadaran rakyat untuk membayar pajak,” ujar Ikhsan.