JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kendal dinilai sudah melakukan pelanggaran terhadap aturannya sendiri. Hal itu terkait sikapnya yang menolak berkas pencalonan Dico Ganinduto-Ali Nurudin di tempat pemilihan kepala daerah 2024.
Hal itu dikatakan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Dian Agung Wicaksono pada webinar dengan tema “Menguji Independensi KPU-Bawaslu Kendal di Polemik Penolakan Berkas Dico Ganinduto-Ali Nurudin”.
Dian mengungkapkan jikalau di Undang-Undang pemilihan kepala daerah semata-mata menghendaki bahwa partai kebijakan pemerintah hanya saja sanggup mencalonkan satu pasang calon saja. Namun, di Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) seolah membuka kesempatan bagi partai urusan politik untuk mendaftarkan tambahan dari satu paslon.
“Kita bisa jadi menyimpulkan bahwa sebetulnya PKPU khususnya pada Pasal 12, yang dimaksud kemudian memuat norma di hal partai kebijakan pemerintah kontestan pilpres mengusulkan tambahan dari satu pasangan, yang digunakan kemudian KPU-nya melakukan kualifikasi, berarti ketentuan itu bisa saja dimaknai bertentangan dengan Undang-Undang pemilihan kepala daerah sebetulnya,” katanya, Hari Sabtu (14/9/2024).
“Dalam Undang-Undang pemilihan gubernur itu hanya sekali menghendaki partai urusan politik itu semata-mata dapat mencalonkan satu calon saja. Begitu kemudian PKPU-nya seolah membuka kesempatan mampu mengusulkan lebih tinggi dari satu pasangan calon, itu berarti dengan kata lain, PKPU itu telah dilakukan menjadi faktor kriminogen, pada tanda petik, tidak di konteks,” lanjutnya.
Sehingga, faktor kriminogen itulah yang menyebabkan pribadi melakukan pelanggaran. Dian mengatakan, jikalau PKPU itu menghasilkan pengusul atau partai kebijakan pemerintah menjadi melanggar ketentuan di undang-undang.
“Karena kalau kemudian sebuah partai kebijakan pemerintah itu mencalonkan lebih lanjut dari satu, kemudian hari ia diklarifikasi oleh KPU kemudian kemudian menyatakan semata-mata satu yang mana kemudian didukung, berarti dengan kata lain sebetulnya partai itu telah dilakukan menarik calonnya, dikarenakan sebetulnya yang dimungkinkan dalam Undang-undang pilkada cuma boleh satu,” katanya.
Dian menilai jikalau partai kebijakan pemerintah dimungkinkan mengusulkan tambahan dari satu paslon, pada akhirnya partai kebijakan pemerintah itu harus menarik salah satu calon yang diusulkannya.