JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo ( Bamsoet ) menyatakan, pihaknya resmi tak memberlakukan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan otoritas Negara dari Presiden Sukarno. Dia pun menyatakan, sang Proklamator Kemerdekaan, Bung Karno tak pernah khianati negara.
Bamsoet menjelaskan, tidak ada berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 bermula kala pihaknya menerima Surat Menteri Hukum kemudian HAM perihal tidaklah lanjut tiada berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. Singkatnya, MPR pasca melakukan rapat kemudian pimpinan memutuskan untuk mengabulkan hal tersebut.
“TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 telah dilakukan dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang dimaksud tak perlu diadakan tindakan hukum lebih banyak lanjut, baik dikarenakan bersifat einmalig (final), telah lama dicabut, maupun sudah pernah selesai dilaksanakan,” kata Bamsoet pada sambutannya di tempat acara Silaturahmi Kebangsaan dengan Keluarga Bung Karno dalam Ruang Delegasi Gedung Nusantara V MPR RI, Hari Senin (9/9/2024).
Meski telah dicabut, Bamsoet menyadari ada persoalan- persoalan yang digunakan bersifat psikologis dan juga politis terkait tuduhan yang mana termaktub pada bagian konsideran/menimbang huruf (c) yang tersebut intinya telah lama menuduh Presiden Soekarno sudah memberikan kebijakan yang mengupayakan pemberontakan lalu pengkhianatan G-30-S/PKI pada 1965 yang dimaksud lampau.
Di sisi yang mana lain, kata dia, perintah terhadap Pejabat Presiden untuk menyelesaikan persoalan hukum menurut ketentuan hukum di rangka menegakkan hukum serta keadilan terhadap Bung Karno berhadapan dengan tuduhan yang disebutkan sebagaimana perintah Pasal 6 TAP MPRS Nomor XXXIII/MPR/1967 tidaklah pernah dilaksanakan sampai akhirnya Bung Karno wafat tanggal 21 Juni 1970 pada Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) DKI Jakarta pada status Tahanan Politik pada Wisma Yaso Jakarta.
Dengan demikian, secara yuridis tuduhan yang disebutkan tidak ada pernah dibuktikan menurut hukum juga keadilan juga telah lama bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasar menghadapi hukum.
Hal itu sesuai ketentuan Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945. Dalam prinsip hukum berlaku “Omnis Idemnatus pro innoxio legibus habetur” (setiap orang yang dimaksud tiada dapat dinyatakan bersalah sebelum dinyatakan sebaliknya oleh hukum).
Berikutnya, kata dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012 telah dilakukan menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional untuk Almarhum Dr. (H.C.) Ir. Soekarno pada 2012. Pertimbangan pemberian gelar kejuaraan Pahlawan Nasional yang dimaksud antara lain adalah Bung Karno merupakan putra terbaik yang mana pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Pasal 25 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan juga Tanda Kehormatan menyebutkan salah satu ketentuan pemberian gelar kejuaraan Pahlawan Nasional yaitu setia juga tidaklah pernah mengkhianati bangsa dan juga negara.