JAKARTA – pemerintahan Indonesia diminta untuk menyiapkan mitigasi menghadapi peperangan modern kemudian multikrisis. Untuk itu, para pemimpin tiada terlena dengan manuver dan juga intrik kebijakan pemerintah yang digunakan bukan substansial sehingga mengabaikan kepekaan di menghadapi ketidakpastian global juga risiko turbulensi yang tersebut semakin curam juga berpotensi membahayakan bangsa pada jangka panjang.
Hal yang disebutkan disampaikan pakar pertahanan sekaligus alumnus Doktoral Strategi Defense Universitas Perlindungan (Unhan) Dina Hidayana usai mengikuti Dialog Demokrasi dalam Habibie Center Ibukota Indonesia beberapa waktu lalu.
Kondisi ekstrem akibat transformasi era Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiquity (VUCA) menuju Turbulency, Uncertainty, Novelty, Ambiquity (TUNA) perlu diwaspadai juga diantisipasi secara detail kemudian cermat agar Indonesia tak turut terjebak di multikrisis juga efek pertempuran modern.
“Tanpa upaya pencegahan (mitigasi) yang digunakan penting melalui reformulasi rancang bangun sistem strategi perencanaan, proyeksi ancaman juga pengawasan memadai, maka kekacauan serta runtuhnya kedigdayaan negara bukanlah hal mustahil,” kata putri dari almarhum Mardani abituren AKABRI 74 ini, Selasa (17/9/2024).
Dina memandang adagium “si vis pacem, para bellum”, yang artinya apabila menginginkan damai maka bersiaplah konflik masih relevan dengan strategi pertahanan kontemporer. Kondisi masa damai justru lebih tinggi rumit dibandingkan masa perang, mengingat “war time” hanya saja berfokus pada penyelenggaraan serta kemenangan peperangan tanpa mengindahkan efisiensi.
Baca juga: KSAU Sebut Perlindungan Lingkungan Jadi Salah Satu Kekuatan Perang Modern
Sementara “peace time” menuntut efisiensi dan juga efektivitas pemanfaatan sumber daya nasional yang dimaksud terbatas, baik itu SDM maupun SDA untuk eksistensi berkesinambungan.
Dina menyebut, fakta bahwa publik dan juga aktor kebijakan pemerintah kekinian cenderung disibukkan dengan perebutan kekuasaan atau suksesi kepemimpinan di dalam berbagai organisasi dan juga institusi tanpa mengindahkan visi juga solusi kongkret yang mana ditawarkan di mengatasi berbagai persoalan serta ancaman bagi publik juga masa depan negeri.
”Baru sekadar umum selesai dengan urusan pemilihan presiden serta para legislator yang mana masih menyisakan polemik, beberapa bulan ke depan sudah ada dihadapkan kembali dengan pemilihan umum tingkat wilayah yakni pemilihan gubernur juga bupati/wali kota. Pertanyaannya, ide kemudian gagasan seperti apa yang dimaksud dimiliki para kandidat di memitigasi wilayah-wilayah di dalam Indonesia di menghadapi peperangan terbuka serta asimetris hingga ancaman multikrisis?” tanya Dina.