Pengelolaan Sistem Ketenagalistrikan selain PLN Salahi Putusan MK

Photo of author

By Amirah Rahimah

JAKARTA – Pengelolaan sistem ketenagalistrikan selain oleh PLN dinilai merupakan pelanggaran konstitusi serta menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Seharusnya, penguasaan jaringan transmisi ketenagalistrikan dikuasai negara melalui BUMN, yaitu PLN.

“Itu amanat konstitusi yang mana diturunkan pada Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional/RUKN serta Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik/RUPTL,” kata pengamat Energi dari Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, disitir Rabu (18/9/2024).

Baca Juga: Power Wheeling Berisiko Ganggu Proyek Penting eksekutif Baru

Menurut Marwan, sistem ketenagalistrikan sebaiknya dijalankan sesuai aturan saja. Dalam hal ini, yang mana bisa jadi memasarkan listrik ke warga hanya sekali PLN. “Jadi sekali lagi, aturan jangan diakal-akali. Nanti melanggar. Jangan seolah-olah boleh, tapi melanggar,” kata Marwan.

Pernyataan Marwan yang dimaksud merespons upaya beberapa pihak swasta dan juga bahkan BUMN lain non-ketenagalistrikan yang mana ingin menumpang jaringan ketenagalistrikan yang selama ini dikelola negara melalui PLN. Harapan itu muncul bersamaan ketika DPR lalu pemerintah mendiskusikan RUU Daya Baru kemudian Daya Terbarukan (EBET) yang tersebut masih alot akibat power wheeling yang mana membolehkan perusahaan lain menumpang jaringan ketenagalistrikan yang pada waktu ini dikelola PLN. “Beberapa kali skema power wheeling disusupkan di RUU EBET,” katanya.

Power wheeling, menurut Marwan, merupakan aturan yang mana menabrak Pasal 33 UUD 1945. Meski skema power wheeling telah berkali-kali dibatalkan MK, tetap memperlihatkan cuma muncul. “Memaksakan power wheeling lagi, ya melanggar konstitusi lagi,” katanya.

Lebih lanjut, Marwan menjabarkan, bahwa putusan MK No.36/2012 sudah pernah menjelaskan dan juga mempertegas peran penguasaan negara menguasai sektor strategis kemudian menyangkut hajat hidup orang banyak. “Melalui ketentuan bahwa pengelola hajat hidup rakyat yang disebutkan adalah PLN,” katanya.

Baca Juga: Anggota DPR Tolak Pasal Power Wheeling di RUU EBET, Hal ini Alasannya

Selanjutnya, papar Marwan, ada Putusan MK No. Putusan 001-021-022/PUU-I/2003 yang tersebut menyatakan bahwa kebijakan pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik dengan sistem unbundling (dalam UU No.20/2002) mereduksi makna dikuasai negara yang dimaksud terkandung pada Pasal 33 UUD 1945.

“Terbaru, putusan MK No.111/PUU-XIII/2015 menyatakan perniagaan ketenagalistrikan yang dimaksud dijalankan secara kompetitif dan juga unbundling bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945,” tegas Marwan.

Lebih jauh, skema power wheeling sangat berisiko mewariskan tarif listrik yang tersebut tidak ada lagi terjangkau bagi rakyat, apalagi jikalau power wheeling dibuka untuk swasta. Selain itu, negara juga dirugikan lantaran jaringan transmisi listriknya digunakan juga oleh swasta.

“Investasi jaringan listrik itu mahal,” katanya.

Leave a Comment