JAKARTA – Pertumbuhan dunia usaha Indonesia pada 10 tahun dinilai belaka jalan ditempat pada kisaran level 5 hingga 5,1%. Ekonom dan juga Senior Faculty LPPI, Ryan Kiryanto menerangkan, apa cuma pemicu sektor ekonomi Indonesia yang digunakan menurutnya bertambah pas-pasan.
“Dalam pengamatan saya memang sebenarnya kurang lebih lanjut 9-10 tahun terakhir, kita itu rerata berkembang pas-pasan, sekitar 5%, atau bisa saja dikatakan pada koridor atau batas bawah,” kata beliau pada Market Review IDXChannel, Hari Jumat (13/9/2024).
Ryan menilai, perkembangan kegiatan ekonomi Indonesia yang digunakan dikatakan jalan ditempat itu disebabkan oleh adanya kesalahan desain kebijakan Pemerintah. Mengingat arah kebijakan selama Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun terakhir ini lebih besar condong pada penguatan infrastruktur ketimbang lapangan usaha manufaktur.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur memang benar penting dijalankan untuk meningkatkan konektivitas, tapi tak juga merta sanggup mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sehingga perlu penguatan dari sisi sektor manufaktur untuk lebih besar menggairahkan pertumbuhan ekonomi.
“Indonesia itu begitu luas, sehingga pengerjaan infrastruktur yang dimaksud masif itu masih meninggalkan lubang lubang, pada artian bukan semua titik-titik itu terhubung antar satu kota atau kawasan,” kata Ryan.
“Sekalipun kita masih heavy dalam perkembangan infrastruktur , mestinya harus ada sektor perekonomian atau bidang perniagaan yang dimaksud mampu kita petik hasilnya, misal manufaktur, itu karakternya padat modal serta padat karya,” sambungnya.
Lemahnya pembangunan manufaktur membuatnya menyoroti S&P Global merilis Purchasing Manager’s Index atau PMI Industri Manufaktur Indonesia bulan Juli 2024 sebesar 49,3. Level yang disebutkan turun dibandingkan Juni 2024 sebesar 50,7.
“Kondisi ini ada miss policy atau kesalahan desain kebijakan, kenapa sepanjang 9 tahun terakhir kita hanya saja mampu ngegas perekonomian kita rerata 5,0 – 5,1%,” tambahnya.
Ryan membandingkan, dengan negara tetangga dalam ASEAN, seperti Vietnam serta Filipina yang dimaksud mempunyai rerata perkembangan kegiatan ekonomi lebih besar baik dari Indonesia yakni sebesar 6,5 – 7% per tahun. Padahal negara pada kawasan ASEAN ini punya tantangan yang digunakan sejenis beberapa tahun belakangan, seperti pandemi Covid-19, hingga terdampak ketegangan geopolitik.
“Memang perkembangan perekonomian kita stuck dalam level 5%, itu harus menjadi concern kita semua, khususnya para pengambil kebijakan ke depannya,” tutupnya.