Singgung Gibran, Mahfud MD Banyak Hukum Diperkosa Bila Menyangkut Politik kemudian Kekuasaan

Photo of author

By Badriyah Fatinah

JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Sektor Politik, Hukum, dan juga Ketenteraman (Menko Polhukam) Mahfud MD terang-terangan menyampaikan upaya pemerkosaan hukum pada masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Terutama yang tersebut menyangkut urusan politik juga kekuasaan.

Hal itu diungkapkan Mahfud MD pada waktu menjadi narasumber di dalam Podcast Akbar Faizal Uncensored. Dalam kesempatan tersebut, Mahfud mengakui, di momen-momen tertentu hukum diperkosa.

“Kalau hukum di dalam bidang keperdataan, kemudian hukum di kasus-kasus rakyat biasa itu berjalan cukup oke, tetapi kalau sudah ada menyangkut politik, kekuasaan banyak sekali hukum yang dimaksud diperkosa, pada mana sumber daya lalu energi hukum disedot agar bisa jadi meningkatkan kekuatan kekuasaan,” katanya, Rabu (11/9/2024).

Bahkan, kata Mahfud, ada Undang-undang yang dimaksud sengaja diterobos. Salah satunya,Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK). Mahfud mengaku menolak UU yang disebutkan oleh sebab itu bukan ada pada Proyek Legislasi Nasional (Prolegnas). Apalagi UU yang dimaksud baru diubah dua tahun lalu. Tiba-tiba ada surat akan ada inovasi UU lalu isinya bukan diketahui publik.

“Isinya ancaman bagi kemerdekaan Mahkamah Konstitusi oleh sebab itu berisi hak konfirmasi. Konfirmasi itu artinya pada pada waktu UU ditetapkan semua hakim yang dimaksud ada dimintakan konfirmasi terhadap presiden, apakah akan diteruskan atau tidak. Itukan ancaman ya ancaman,” ujarnya.

Selanjutnya, UU yang dimaksud diperhalus sedikit dalam mana hakim yang tersebut diminta konfirmasi itu semata-mata orang-orang yang mana masuk pada periode kedua. Mahfud menyampaikan ada tiga orang hakim yang harus diminta dikonfirmasi. Mereka adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan juga Hartoyo.

“Kami para mantan hakim MK sudah ada bertemu, bukan boleh ada pemberhentian hakim MK itu menghadapi nama apa pun pada pada waktu masa jabatan sedang berjalan sesuai dengan Keppresnya, enggak ada konfirmasi-konfirmasian,” katanya.

“Tetapi DPR tetap memperlihatkan begitu. Saat itu (UU) dibuat, kira-kira ancamannya kalau tiada bergabung pemerintah pada pada kasus-kasus pilpres waktu itu, ancamannya kira-kira tiga orang ini dikonfrimasi pasti tidaklah diangkat lagi. Kan tidak ada boleh dalam pengadilan hakim diberhentikan dari jabatannya. Itulah sebabnya saya tolak,” sambungnya.

Leave a Comment