JAKARTA – PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) , salah satu produsen baja swasta terbesar di dalam Indonesia kemudian pemimpin sektor di produksi baja rendah karbon di Asia melakukan penandatanganan perjanjian pembiayaan hingga USD60 jt atau setara Rp916,2 miliar (Kurs Rp15.270 per USD) dengan International Finance Corporation (IFC). Hal ini adalah pembangunan ekonomi pertama IFC di area sektor baja Asia pada tambahan dari satu dekade.
Kemitraan antara GRP dan juga IFC, lembaga pembangunan terbesar di tempat dunia yang dimaksud berfokus pada sektor swasta di area negara-negara berkembang, akan membantu GRP meningkatkan produksi baja rendah karbon berkualitas tinggi di area pabrik seluas 200 hektar dalam Jawa Barat. Pabrik ini akan menghasilkan kembali emisi karbon yang tersebut berjauhan lebih tinggi rendah dibandingkan rata-rata global.
Selain pinjaman ini, IFC juga telah lama mengesahkan Advisory Engagement Letter dengan GRP untuk membantu mengembangkan lalu menerapkan strategi dekarbonisasi juga menggalang upaya GRP menurunkan emisi gas rumah kaca yang mana sejalan dengan standar internasional.
Dukungan ini mencakup menjajaki berbagai opsi pendanaan untuk menggalang kebijakan GRP menonaktifkan Blast Furnace yang mana baru dibangun namun belum pernah dioperasikan, juga meningkatkan efisiensi energi teknologi EAF lalu menilai opsi lalu teknologi proses hilir yang digunakan baru.
Permintaan baja global diperkirakan akan meningkat 30% pada tahun 2050, serta sebagian besar dari peningkatan yang dimaksud akan dipenuhi oleh Asia. Produksi baja Indonesia sendiri sudah pernah meningkat lebih banyak dari 90% sejak tahun 2019, lalu diperkirakan akan terus meningkat tahun ini.
Oleh lantaran itu, penanaman modal IFC di tempat GRP datang pada waktu yang mana tepat, seiring dengan ambisi Indonesia untuk menjadi produsen baja global serta mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060. Pengembangan Usaha ini juga membantu GRP mencapai target merekan untuk emisi nol bersih pada tahun 2050.
Industri baja adalah salah satu penyumbang terbesar terhadap krisis iklim global, bertanggung jawab melawan 8% emisi gas rumah kaca dunia. Jika tiada ditangani, sektor ini bisa jadi menghabiskan seperempat dari anggaran karbon dunia untuk menjaga pemanasan global di area bawah 1,5 derajat Celcius pada tahun 2050.