Ramai-ramai Industri Tolak PP Kesehatan, Wapres Komitmen Dalami Masukan

Photo of author

By Amirah Rahimah

JAKARTA – Sejumlah asosiasi lapangan usaha dan juga tukang jualan di dalam Indonesia secara tegas menolak Peraturan eksekutif (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Penolakan ini disuarakan menghadapi penampilan beleid yang mana dinilai akan sangat merugikan berbagai pihak.

Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan lalu Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, memandang bahwa aturan ini seakan-akan menjadikan gula sebagai barang haram. Padahal, gula merupakan keinginan penting bagi tubuh manusia, khususnya selama masa pertumbuhan. Sehingga, konsumen perlu memiliki kesadaran untuk mengontrol asupannya.

Adhi menyatakan bahwa gula dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti makanan, nasi, buah-buahan, lalu lainnya. Dia mencatatkan data bahwa bidang makanan kemudian minuman pun telah terjadi berupaya melakukan reformulasi dengan menurunkan kadar gula di produk-produk mereka. Namun, hambatan muncul ketika konsumen justru menambah gula sendiri pada komoditas tersebut.

“Meskipun kami sudah ada menurunkan kadar gula di produk, pada akhirnya, konsumen menambahkan gula sendiri di tempat rumah, teristimewa pada minuman tanpa gula yang digunakan kami jual,” jelas Adhi melalui pernyataannya, disitir Mulai Pekan (2/9/2024).

Baca Juga: Keterangan Gappri terkait Menolak PP 28/2024

Adhi menegaskan bahwa fokus utama pada menangani kesulitan ini adalah meningkatkan kesadaran konsumen tentang jumlah agregat gula yang mana sebaiknya dikonsumsi pada sehari. “Hal yang dimaksud terpenting adalah memberikan kesadaran ke konsumen mengenai jumlah keseluruhan gula yang dimaksud baik untuk dikonsumsi pada sehari,” paparnya belum lama ini.

Penyesalan melawan disahkannya PP 28/2024 pun disuarakan oleh Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI), Suhendro, yang mana secara khusus menolak pasal 434 di area PP yang dimaksud yang tersebut di tempat antaranya mengatur larangan pemasaran produk-produk tembakau di radius 200 meter dari satuan institusi belajar dan juga tempat bermain anak. Bagi pihaknya, aturan ini akan berdampak sangat besar bagi para pelaku bisnis kecil.

“Ekonomi kerakyatan kita sangat terpukul, kita baru kena hambatan pandemi, ditambah kegiatan ekonomi sedang naik turun. Kami berharap sekali pemerintahan baru mampu mendengarkan pengumuman kami lalu PP ini sanggup ditinjau ulang,” tegas Suhendro.

Dia juga menyoroti bahwa tujuan utama dari peraturan ini, yakni menghurangi konsumsi rokok pada kalangan anak di tempat bawah umur, belum tentu dapat tercapai dengan efektif. Yang malah menjadi persoalan baru, yakni akan adanya beban tambahan yang dimaksud ditanggung oleh tukang jualan kecil. Sehingga, ia menilai aturan yang dimaksud sedianya masih perlu dipertimbangkan secara tambahan bijaksana.

Suhendro turut menyesalkan bahwa kata-kata kemudian aspirasi peniaga lingkungan ekonomi juga pelaku bisnis kelontong tidaklah mendapatkan perhatian yang layak selama proses penyusunan PP 28/2024. Pihaknya telah dilakukan mengajukan permohonan agar larangan pelanggan rokok pada radius 200 meter dihapuskan dari Rancangan Peraturan eksekutif (RPP) Kesehatan, namun permohonan yang dimaksud tidaklah diakomodir.

“Dengan latar belakang tersebut, APARSI menegaskan komitmennya untuk menolak dengan tegas PP 28/2024 demi keberlangsungan perniagaan para anggotanya kemudian sektor ekonomi kerakyatan pada umumnya,” ujarnya.

Leave a Comment