JAKARTA – Keputusan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) terkait Peninjauan Kembali (PK) terpidana korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mardani H Maming mutlak harus berdasarkan alat bukti bukanlah oleh sebab itu adanya intervensi. Majelis Hakim juga harus independen pada memutuskan PK yang mana diajukan Mardani.
Hal itu disampaikan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Jakarta, Suparji Ahmad menanggapi PK Mardani Maming. “Hakim memutuskan suatu perkara berdasarkan alat bukti tidak oleh sebab itu intervensi. Harus begitu (independen di memutuskan PK Mardani H Maming),” ujar Suparji, Hari Jumat (6/9/2024).
Suparji mengingatkan Majelis Hakim MA berpotensi melanggar hukum apabila memutuskan PK yang tersebut diajukan oleh Mardani Maming berlandaskan intervensi atau cawe-cawe. “Ya melanggar hukum (Majelis Hakim memutuskan dengan landasan intervensi),” papar Suparji.
Suparji menambahkan tindakan MA juga akan memunculkan ketidakadilan apabila memutuskan PK Mardani Maming dengan landasan intervensi juga cawe-cawe. “Dan menyebabkan ketidakadilan,” katanya.
Sekadar diketahui, Mardani H Maming mendaftarkan PK pada 6 Juni 2024, bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004. Jaksa KPK Greafik Lioserte beberapa waktu lalu memohon MA menolak PK yang digunakan diajukan Mardani Maming.
Dalam permohonan PK itu, salah satu dalil yang mana digunakan Mardani H Maming adalah kekhilafan majelis hakim terkait putusan persoalan hukum korupsi IUP Tanah Bumbu yang mana merugikan negara Rp104,3 miliar periode 2014-2020.
“Kami berkesimpulan tiada terdapat satu pun alasan yang dimaksud dijadikan sebuah dasar untuk menyatakan bahwa putusan hakim telah lama terdapat kekhilafan. Baik putusan majelis di area tingkat pertama, banding maupun kasasi,” kata Greafik.
Demikian pula adanya pertentangan PKPU yang tersebut diajukan sebagai dalil lain, menurut Greafik sangat lemah. Karena, majelis hakim bukan terikat dengan perkara sebelumnya. Greafik meyakini bahwa keterangan ahli yang tersebut dihadirkan pemohon bukan cukup membuktikan kekhilafan yang mana nyata di putusan korupsi Mardani H Maming.
Sehingga, pihaknya memohon agar putusan PK yang mana diajukan Mardani H Maming justru menguatkan putusan sebelumnya yaitu penjara 12 tahun, juga uang pengganti kerugian negara Rp110 miliar.
“Kami memohonkan Mahkamah Agung RI yang memeriksanya juga mengadili perkara PK untuk menguatkan putusan pengadilan yang tersebut telah terjadi berkekuatan hukum tetap saja serta telah terjadi dieksekusi, kemudian menolak permohonan PK yang digunakan diajukan oleh pemohon,” papar Greafik.