JAKARTA – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) , Ai Maryati menegaskan adopsi anak ilegal sanggup dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) apabila mengambil keuntungan dari proses jual beli bayi. KPAI pun mengimbau agar berhati-hati pada mengadopsi anak.
“Kalau dibilang adopsi ilegal itu kan sebetulnya pada tahap kepentingan bayi ini diapakan, tapi harus kita lihat modus mengambil keuntungan dari menjualbelikan bayi, kalau ranah TPPO ini yang dimaksud harus diungkap dulu akarnya sebelum nanti saya bilang adopsi legal kayak apa,” ujar Ai Maryati untuk wartawan di tempat Mapolres Depok, Rabu (4/9/2024).
“Karena kalau adopsi ilegal dilihat dari TPPO-nya pemanfaatan dari kerentanan orang orang ini difasilitasi untuk mendapatkan uang, materi atau tujuannya ekonomi. Hal hal yang tersebut kita lihat diperburuk naiknya ke teknologi misalnya lewat Facebook jaringannya telah sanggup border less ke luar negeri pun sanggup kalau sudah ada masuk pada kategori teknologi,” sambungnya.
Maryati mengimbau agar rakyat hati-hati pada menerima adopsi anak walaupun tujuannya mulia dapat terjerat UU TPPO.
“Saya kira konteks TPPO hati-hati ya penerima yang digunakan mengadopsi itu terjerat undang-undang oleh sebab itu beliau menerima anak ini sekalipun tujuannya mulia sebab konteksnya ini terlihat TPPO,” ucapnya.
Maryati mengumumkan ada 59 persoalan hukum terkait penculikan hingga TPPO anak dengan modus adopsi ilegal. “Ya kalau dari beberapa yang mana disampaikan 2023 ada 59 persoalan hukum di dalam KPAI terkait penculikan, perdagangan orang anak di hal ini modusnya adopsi ilegal,” papar Maryati.
Dia menekankan bahwa tindakan hukum TPPO dengan korban anak ini sangat mengkhawatirkan. Bahkan, melibatkan antar tempat dengan menyasar kelompok rentan seperti ibu muda hingga pekerja migran Indonesia (PMI) yang tersebut bermasalah.
“Jadi ini sangat mengkhawatirkan tentu beberapa hal yang digunakan terjadi selain melibatkan antar tempat ia menyasar kelompok yang dimaksud rentan misalnya ibu-ibu muda misalnya korban ditelantarkan oleh suami hamil, bingung harus kemana dia korban kekerasan kalau boleh dibilang pacaran berisiko kemudian lain sebagainya,” tuturnya.
“Lalu PMI bermasalah pulang ternyata hamil serta relasi kekuatan dari majikan mengalami kekerasan seksual ini kelompok yang digunakan tergiur oleh iklan ketika ini Facebook, kemungkinan besar dulu one by one atau mulut ke mulut gitu ini masuk ke Facebook yang dimaksud akhirnya tersasar,” pungkasnya.