MK Tolak Gugatan Anggota Legislatif Harus Mundur Jika Maju pemilihan gubernur

Photo of author

By Atikah Zahirah

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan atau gugatan untuk seluruhnya terhadap Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah terkait dengan aturan anggota legislatif terpilih wajib mengundurkan diri jikalau ingin maju dalam pemilihan gubernur Serentak 2024 . Permohonan diajukan oleh Terence Cameron, Raihan Husnul Wafa, kemudian Wildan Nurmujaddid Erfan.

Sidang Pengucapan Putusan Nomor 91/PUU-XXII/2024 ini diselenggarakan di area MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024). Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah yang digunakan membacakan pertimbangan hukum putusan menyebutkan konteks pengujian konstitusionalitas norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU pemilihan gubernur yang mana dimohonkan oleh para Pemohon.

Menurut Mahkamah, dalil para Pemohon yang mana pada pokoknya menyatakan anggota legislatif yang digunakan akan maju pada pilkada diwajibkan untuk mengundurkan diri berpotensi akan merugikan rakyat pada tempat pemilihan anggota tersebut. Karena jikalau seandainya anggota legislatif yang dimaksud kalah dalam pilkada, maka rakyat akan kehilangan figur pemimpin berkualitas yang tersebut dapat memperjuangkan kesejahteraan merekan baik jikalau figur yang dimaksud menjadi anggota legislatif maupun menjadi kepala area sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon adalah tidak ada berdasar juga bahkan dapat dikatakan berlebihan.

“Karena di tempat samping anggota legislatif kemudian kepala area memiliki tanggung jawab untuk konstituennya secara berbeda-beda, juga belum tentu anggota legislatif yang mencalonkan diri sebagai kepala wilayah tersebut, akan digantikan oleh calon anggota legislatif yang digunakan tak kredibel atau tak kompeten dan juga tidaklah mempertanggungjawabkan jabatan yang tersebut diembannya terhadap rakyat yang dimaksud berada di area wilayah pemilihan anggota legislatif yang mana mengundurkan diri tersebut, lantaran hal yang dimaksud demikian kembali lagi untuk integritas dari wakil-wakil rakyat yang disebutkan (individu dari para duta rakyat) pada melaksanakan amanah yang tersebut diembannya,” ujar Guntur.

Lagipula, calon anggota legislatif yang digunakan akan menggantikan anggota legislatif yang tersebut mundur yang dimaksud pasti sudah ada melalui pertimbangan dan juga seleksi dari pimpinan partainya. Sehingga dianggap layak untuk menggantikan anggota legislatif yang tersebut mengundurkan diri lantaran mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Di samping itu, kinerja anggota legislatif yang bersangkutan belum dapat dinilai sebelum yang dimaksud bersangkutan telah benar-benar melaksanakan tugasnya. Berkenaan dengan pilihan pemilih untuk menentukan hak pilihnya terhadap calon anggota legislatif atau calon kepala daerah, Guntur menyatakan bahwa kedua pilihan yang dimaksud bukan dapat dilepaskan dari pemberian mandat agar calon legislatif atau kepala tempat yang digunakan menjadi pilihannya tak mengingkari kepercayaan yang mana diberikan.

“Sehingga Mahkamah berpendapat penentuan pilihan bagi para pemilih dipengaruhi oleh di dalam antaranya aspek kapabilitas, integritas, serta akseptabilitas. Dalam hal ini, pemilih memilih calon anggota legislatif akibat dinilai mempunyai kapabilitas/kompetensi kemudian rekam jejak yang tepat lalu cocok dengan jabatan yang akan diembannya,” jelasnya.

Dengan demikian, apabila calon anggota legislatif yang tersebut terpilih maupun yang mana incumbent tidak ada diwajibkan mengundurkan diri bagi yang tersebut mencalonkan diri sebagai kepala area di dalam area pemilihannya, hal yang dimaksud identik dengan mengingkari mandat yang mana diberikan oleh pemilih.

Sebab, pemberian mandat terhadap calon anggota legislatif maupun kepala area tidak ada semata-mata semata-mata persoalan formalitas untuk menyalurkan aspirasi, tetapi bersifat substansial agar aspirasinya dapat diaktualisasikan melalui calon anggota legislatif yang dimaksud dipilih atau pernah dipilih yang dimaksud miliki rekam jejak, sehingga pemilih menentukan pilihannya terhadap calon anggota legislatif untuk menjadi anggota legislatif bukanlah untuk menjadi kepala daerah.

“Ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Nomor 10 Tahun 2016 telah lama memberikan jaminan, pengakuan, perlindungan, juga kepastian hukum yang dimaksud adil juga perlakuan yang sebanding di tempat hadapan hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian dalil-dalil para Pemohon adalah tak dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Guntur.

Leave a Comment