JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan data deflasi terjadi selama empat bulan berturut-turut di area sepanjang 2024. Hal ini terjadi utamanya disebabkan oleh suplai yang dimaksud berlimpah.
Berdasarkan data BPS, deflasi secara bulanan (month-to-month/mtm) Agustus 2024 sebesar 0,03 persen. Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), terjadi naiknya harga 2,12 persen dengan Skala Harga Customer (IHK) sebesar 106,06.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyatakan deflasi empat bulan berturut-turut memang benar merupakan berita buruk bagi sektor ekonomi Indonesia, ini merupakan indikasi terjadinya penurunan daya beli.
“Hal ini sejalan dengan fenomena turunnya penerimaan PPN, Deindustrialisasi dini, peningkatan persoalan hukum PHK, juga penurunan pemasaran sektor retail,” Kata Wijayanto terhadap SINDONews, Selasa (3/9/2024)
Ia menuturkan, penjelasan bahwa deflasi terjadi akibat produksi meningkat tiada mempunyai justifikasi yang digunakan kuat. Deflasi justru berpotensi mengakibatkan lingkaran setan perlambatan ekonomi.
“ia menciptakan warga semakin menunda konsumsi lalu penanaman modal akibat menanti harga jual agar semakin rendah atau return yang mana lebih besar tinggi; yang digunakan pada gilirannya akan memproduksi ekonomi semakin melambat,”terangnya
Ia menilai, pemerintah mengakhiri lingkaran setan ini dengan menstimulasi daya beli melalui berbagai kebijakan ekspansif, walau defisit APBN akan melebar. Kebijakan yang disebutkan bisa jadi dilaksanakan diantaranya melalui: memberikan insentif pajak misalnya dengan menambah masa berlaku penerapan Pajak Pertambahan Angka (PPN) Ditanggung eksekutif (DTP) berhadapan dengan rumah tapak serta rumah susun. Kemudian mengekspansi kemudian memaksimalkan peran rakyat/UMKM pada Proyek Makan Bergizi Gratis. Lalu, meyakinkan belanja pemerintah memprioritaskan pada UMKM sebagai vendor.
“Kemudian, menunda proyek besar yang mana capital intensive dan juga memprioritaskan proyek-proyek menengah yang dimaksud lebih banyak labor intensive lalu memperbaiki ketepatan sasaran bansos. terakhir, berbagai kegiatan sosial meyakinkan ketersedian pinjaman/kredit bagi riil sektor yang digunakan akan berinvestasi, dll,” ujarnya
Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Industri Media Wahyudi Askar menilai penurunan nilai yang tersebut disebabkan oleh suplai berlebih biasanya tidak ada mencerminkan adanya permasalahan pada sisi permintaan, tetapi lebih lanjut pada ketidakseimbangan antara pasokan lalu permintaan yang mana sementara.